Sunday, December 24, 2006

Rendezvous (1)

Lebih dari dua minggu aku tinggal di Qatamea. Selama itu pula aku tak menyempatkan diri untuk mampir ke Nasr City, kawasan di mana mahasiswa Indonesia terkonsentrasi. Sebenarnya sudah kuniatkan beberapa hari yang lalu, tapi selalu saja ada hal-hal kecil yang akhirnya membuat rencanaku tertunda. Berhubung cuaca lagi bersahabat dan kondisi fisikku sudah lumayan, maka segera kumulai jalan-jalan ke Nasr City.

Seperti biasanya, aku naik tramco dari mahattah terdekat dari flat yang kutempati. Dari sana turun di Malaf lantas jalan kaki beberapa ratus meter sampai Syabab. Dari Syabab aku langsung nyetop tramco jurusan H 10. Aku tadi berangkat selepas Maghrib. Meskipun udara terasa lebih dingin, tapi aku lebih senang melakukan perjalanan H 10-Qatamea pada sore atau malam hari. Untukku, melihat lampu-lampu jalan dan padang pasir tak berpenghuni pada malam hari jauh lebih menarik. Semacam eksotis.

Sampai di Zahra, tinggal tersisa lima orang dalam kendaraan termasuk sopir dan kumsari. Sebenarnya aku juga bisa turun di sini, tapi malam-malam begini terminal Zahra terlalu sepi. Males. Akhirnya turun di akhir mahattah H 10 dekat Madrasah yang lebih ramai. Oia, rencana aku hendak ketemu Nadhief di Wisma Nusantara. Ada bus 939 jurusan Rab'ah yang datang, tapi aku malah duduk-duduk dulu di bangku halte. Semacam hobi.

Ada alasan kenapa aku senang berlama-lama di halte. Di tempat seperti ini aku bisa melihat lalu-lalang orang-orang. Selalu saja ada kejadian yang menurutku menarik. Seandainya aku memegang kamera, halte adalah salah satu tempat di mana banyak momen human interest. Orang-orang yang berlari mengejar kendaraan, orang-orang yang bertengkar entah karena apa, polisi yang jengkel karena pak sopir nekat ngetem di tempat yang salah. Banyak sekali. Termasuk yang kulihat tadi: ekspresi terkejut gadis cantik berkerudung biru berwajah Melayu karena tramco yang disandarinya melaju. Apalagi melihat gadis itu malu-malu anjing saat tahu aku mengamati tingkahnya. Ha...ha...ha... *aku ga ketawa siy, cuman senyum simpul kok*

Lalu ada bus 65 datang. Yup, saatnya berangkat ke Rab'ah. Dan, puji Tuhan, gadis itu juga naik bus yang sama. Bus yang kami, eh, maksudku kutumpangi, masih kosong. Aku yang naik belakangan (lady's first selalu berlaku untukku) bisa melihat gadis itu duduk di tengah. Puji Tuhan, ia memilih bangku kosong, aku bisa duduk di sampingnya dong!

Tiba-tiba aku teringat screen saver di komputer Masari. Di sana terpampang wajah perempuan cantik berzodiak Gemini. Aku yang masang. Hu...hu... jadi ingat di seberang sana ada seseorang yang menungguku pulang.

Akhirnya aku duduk di bagian depan. Dekat pintu depan. Artinya jelas: aku urung melakukan hal-hal yang diinginkan. (Buat Nad; jangan munafik. Kamu pasti juga menginginkan hal yang sama jika berada dalam kondisi semacam itu)

Kira-kira seperempat jam kemudian kulihat gadis berkerudung biru turun. Lho? Kok bisa-bisanya dia melirikku dan melempar senyum? Itupun saat bus mulai melaju. Lalu aku berucap dalam hati, Memangnya senyumanmu cukup untuk membuatku meminta sopir menghentikan bus tiba-tiba hah? Dan kalaupun itu terjadi, kau pikir aku akan menyusulmu untuk bertanya apakah kamu punya obeng? Itukah yang terbersit dalam pikiranmu? Maaf nona manis, simpan senyummu untuk orang lain. Duh Gusti, selamatkanlah Nanang Musha dari godaan makhluk cute.

Di mahattah berikutnya aku turun. Bergegas ke Wisma. Begitu masuk gerbang segera mencari poster Arus Kampus edisi ujian. Sip. Sudah terpasang rupanya. Dari tanda kecil bertuliskan 'tdk distempel' aku yakin pasti dia pelakunya. (Buat rekan-rekan AK; kok kecil gitu siy? Kalo dibikin A3 kan lebih sip? Eh, engga jadi ding. Udah bagus kok segitu :P)

Habis itu ke warnet. Jemput Nadhief. Wow! Sungguh ajaib menemukan Nadhief Shidqi membaca diktat. Diktat lho! Kalau cuma membaca buku sih biasa. Tapi itu diktat, fotokopian pula. Ha...ha...

Kemudian aku dan Nadhief jalan kaki ke NSGB. Rupanya benar, Tuhan akan menguji hamba-hambaNya yang baik. Sebab itu Nadhief, seorang hamba Tuhan yang baik, hanya tersenyum penuh syukur meski mendapati rekeningnya masih kosong. Bagaimana denganku? Tebak saja deh, kira-kira apa yang terjadi dengan hambaNya yang kurang baik sepertiku.

Setelah itu kami menuju kedai tho'miyah. Dua burger dan dua tho'miyah untuk dua orang. Di sesela makan malam ngobrol tentang banyak hal. Banyak sih; proyek pribadi masing-masing, rencana untuk ambil kursus sebagai antisipasi jika studi tahun ajaran ini jeblok, biaya kuliah di Indonesia, persiapan menjelang ujian, strategi untuk bisa lolos (iya, lolos, bukan lulus) ujian, dsb.

-belumTAMAT-

Sekretariat PCI-NU, 3rd Gate, menjelang subuh.

nb. Tidur siang terlalu panjang dapat menyebabkan susah tidur. Efek samping: terjaga sendirian, feeling lonely, menghajar paru-paru dengan berbatang-batang rokok, menuliskan hal-hal remeh untuk diposting di blog.

2 comments:

Anonymous said...

Quote :
Lho? Kok bisa-bisanya dia melirikku dan melempar senyum? bla bla bla..

Comment :
Sudahkah dipastikan bahwa ndak ada benda asing nyangkut di sudut mata, bibir, dan lubang idung njenengan sebelum menarik kesimpulan semacam itu Mas? //kaburrr....hihihihi... ;)

Nanang Musha said...

Jujur ya Sin, asline belum. Tapi dalam kasus yang terjadi padaku; variabel-variabel "x" yang kamu bilang kayaknya tak masuk.

Doakan wae aku bisa ketemu gadis itu lagi, nanti aku tak nanya kenapa dia tersenyum kepadaku.

*plethak*
"Aduh! Sopo mau sing mbalang?" ucapku.

wah, kethoke ono sing panas Sin, sopo ya? :D