Friday, January 11, 2008

Pertanyaan Tentang Hijrah

Siang. Beberapa menit selepas adzan berkumandang. Terik matahari tak cukup menghangatkan badanku. Kencang hembusan angin menjilati tubuh setengah basah oleh sisa air wudlu membuatku kian menggigil saja. Duduk di bagian belakang jama'ah beralas sajadah terlipat setengah, kudengarkan khatib dengan seksama. Agak janggal memang, saat ingin menghadirkan diri secara penuh menyimak khutbah, justru aku tak bisa menangkap secara utuh apa yang ia sampaikan. Heran, padahal dengan bahasa fusha, bahasa Arab baku, yang sudah pasti lebih mudah kucerna ketimbang bahasa Arab 'ammiyah. Tak apa, pikirku. Toh nanti ada juga yang nyangkut di kepala.

Dan ya. Seperti yang aku terka, sang khatib berbicara tentang hijrah. Cukup panjang ia bertutur tentang pindahnya Nabi Muhammad dari Makkah menuju Madinah. Apesnya, hanya sedikit yang aku tangkap. Salah satunya tentang kecemasan Abu Bakr al-Shidq saat menemani Nabi menempuh perjalanan. Pertama kali aku mendengar cerita ini dari Ibu. Beliau membacakan kepada kami, putra-putranya, salah satu buku dari seri sejarah Islam untuk anak. Konspirasi membunuh Nabi, keberanian Ali menggantikan Nabi di tempat tidur, kegalauan Abu Bakr saat bersembunyi di gua.

Ingatan tentang Ibu seketika lenyap mendengar khatib berucap, "La tahzan. Inna Allaha ma'ana." Oia, kalimat tadi yang terucap dari mulut Nabi untuk menenangkan kamerad-nya Abu Bakr. Saat itu kan Abu Bakr sampai menangis. Kalau tak salah bapaknya 'Aisyah itu digigit ular, berjaga-jaga agar tak ada ular yang keluar dan menggigit Nabi. Dan ting-tong, tanda tanya besar muncul di pikiranku, "Dulu, saat hijrah, lagi musim apa ya? Kalo misalnya lagi musim dingin ya pasti bener-bener ga enaklah. Lha wong aku aja siang-siang begini udah ampun-ampun. Kalau malam gek kaya apa..."

Aku senyum-senyum sendiri. Kok bisa pertanyaan "sepenting" itu baru muncul sekarang, setelah usiaku hampir seperempat abad. Untung (atau buntung? Entahlah) dahulu, saat mengabdi di TPA (Taman Pendidikan Al-Qur'an) tak ada murid yang bertanya soal itu. Coba kalau saat itu ada yang tanya, samber ganteng aku pasti kelimpungan. Memang sih, kecil kemungkinan untuk muncul pertanyaan itu. Indonesia hanya punya dua musim bukan? Nyatanya, aku sendiri bertanya soal itu juga baru sekarang, setelah mencicipi musim dingin di Mesir. Lagian kan tak ada riwayat tentang kehujanan saat hijrah, ya wajar kalau tak ada yang nanya.

Hmm, jadi ingat adik-adik TPA deh. Lebih-lebih yang hiperaktif (baca: bandel). Masak jadwal masuk TPA kudu ngalah kalau lagi ada pertandingan bola di Stadion Manahan? Yang putra (termasuk aku juga :P) sih ok-ok saja. Lha mbak-mbaknya pada mencak-mencaklah menyaksikan aksi bolos berjama'ah.

Lalu hening. Baru sadar ini sudah jeda antara dua khutbah. Gila, batinku. Khutbah sepanjang itu, hanya kalimat la tahzan saja yang terekam di kepalaku?

Dan khutbah berlanjut. Ringkasan tentang hikmah di balik hijrah Nabi. Boleh juga pikirku. Ketimbang mengulang-ulang soal arti hijrah dan segala derivasinya, Khatib lebih menekankan tentang keberanian dan ketabahan kamerad-kamerad pendukung dakwah Nabi. Singkat saja sebelum kemudian berdoa bersama.

Lantas sholat. Di raka'at kedua konsentrasiku pecah. Tanda tanya soal musim kembali terlintas dalam pikiran. Oalah, susah memang kalau iman masih kelas kancut. Baru dua raka'at saja sudah lari kemana-mana.

Seusai salam, berjalan bareng Masao dan Abahe Rofiq. Bertanyalah aku, "Oed, pas hijrah dulu musim apa ya? Kalau musim dingin mesti kasian banget. Kita aja baru di kamar tanpa selimut udah mati-mati."

"Wah. Embuh kiy. " jawab Masao.

"Aku kok penasaran ya? Kira-kira musim apa gitu."

"Indonesia kan ga ada musim dingin. Ya ga mikir sampe segitunyalah."

Dan kucing tetanggapun tahu, aku sudah memikirkan pernyataan itu sejak khatib menyampaikan khutbah awal. Ah, nanti kubaca lagi sirah Nabawiyah.

Catatan:
1. Di sesela menulis postingan ini, jawaban sudah aku temukan. Di musim gugur ternyata, peralihan antara musim dingin menuju musim panas. Hoho, aku bisa tidur dengan tenang malam ini.

2. Aku teringat perempuan itu. Ia yang kerapkali bertanya, "Tadi khutbahnya apa?"

No comments: