"The writer is not like a phonograph even they themselves were born with ponographic ideas" Kahlil Gibran
Adalah sebuah kelaziman ketika seseorang datang untuk meminta sesuatu kepada kita. Bukankah itu secuil bukti mengenai fitrah manusia sebagai makhluk sosial? Maka akan sangat wajar ketika terjadi interaksi antara satu dengan yang lain. Namun dalam titik tertentu muncul juga kejengkelanku terhadap sikap a-humanis kawan-kawan lain. Kejengkelan itu lebih sebagai akumulasi atas ketidakpedulian mereka akan kenyataan bahwa setiap orang berhak untuk melakukan apa yang ingin dilakukan, bukan sekedar menjadi pembebek atas apa yang diinginkan orang lain. Sebagai seorang yang dikenal sebagai penulis, atau lebih tepatnya a-wanna-be-writer, banyak sekali permintaan untuk menyumbangkan tulisan. Tentu saja aku menghargai permintaan semacam itu sebagai bentuk apresiasi timbal-balik. Sayang beberapa kali terjadi permintaan itu berubah nada menjadi paksaan halus. Maka aku hanya bisa memaki-maki --meski hanya dalam hati-- saat itu terjadi.
Ada alasan mengapa aku tak terlalu suka bergabung dalam media yang menganut asas kerja berdasar deadline. Sebab aku hanya ingin menulis apa yang ingin aku tulis dan hanya pada saat aku memang ingin menulis. Tentu saja engkau bisa menemukan banyak tulisan dalam folder komputer kawan-kawanku (note: Nanang Musha belum punya perangkat komputer sendiri). Tapi sebagian besar berisi catatan-catatan yang tidak ingin aku publikasikan, setidaknya untuk saat ini.
Bagiku menulis adalah aktifitas yang cenderung menyenangkan. Dalam banyak hal menulis membantuku untuk menjaga kesehatan pikiran. Terlepas tulisan itu akan aku publikasikan atau tidak, setidaknya aku berusaha untuk membebaskan diri dari lupa yang melumpuhkan. Tapi seperti halnya pohon, ada saat dimana ia tak berbuah. Begitu pula aku, kadang-kadang memang benar-benar tak mau menulis. Jangankan untuk menulis makalah, esai lepas, atau cerita pendek, untuk memperbaharui isi blog atau menulis catatan harian saja enggan.
Ya, tentu saja aku tak mengelak jika engkau menuduhku sebagai pengikut Gibran dalam kasus ini. Aku termasuk satu yang sepakat dengan apa yang ia katakan kepada para redaktur yang "sewenang-wenang". Gibran bilang, "Kami seniman bukan pabrik literari. Kami bukan mesin yang diberi tinta dan kertas lalu bisa menghasilkan artikel dan puisi di waktu yang lain. Kami menulis saat kami ingin menulis, tidak saat kamu menginginkan itu. Maka beri kami kesempatan dan tinggalkan kami sendirian, sebab kita tidak hidup dalam dunia yang sama. Engkau bukan bagian dari kami dan kami bukan golonganmu."
Oia, dulu aku pernah bilang selalu menulis 2000 kata perhari. Aku tak berbohong saat itu. Tapi aku tak mau menjadi pembohong karena mengingkari ucapan sendiri. Jadi perlu engkau tahu, sekarang aku hanya menulis saat aku memang benar-benar ingin menulis.